- Bahasa
- Tradisi
- Lelang Bandeng
Setiap tahun di Kabupaten Sidoarjo tepatnya dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW diadakan kegiatan lelang bandeng tradisional bertempat di alun-alun Sidoarjo.
Lelang bandeng tradisional diadakan dengan tujuan selain menjunjung tinggi peringatan Maulid nabi Muhammad SAW juga mempunyai maksud menjadikan cambuk untuk meningkatkan produksi ikan bandeng dengan pengembangan motivasi dan promosi agar petani tambak lebih meningkatkan kesejahteraannya.
Lelang bandeng adalah merupakan usaha dengan tujuan mulia, karena hasil bersih uang seluruhnya digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan melalui yayasan amal bhakti Muslim Sidoarjo.
Tradisi lelang bandeng selalu dibarengi dengan kegiatan-kegiatan lainnya yaitu pasar murah, berbagai macam hiburan tanpa dipungut biaya, antara lain Band, Orkes Melayu, Ludruk, Samroh dan lomba MTQ tingkat kabupaten.
Bandeng yang dilelang dinamakan bandeng “KAWAKAN“ yang dipelihara khusus antara 5 – 10 tahun dan mencapai berat 7 Kg sampai 10 Kg per ekor.
- Nyadran
Di Jawa, pada bulan Ruwah ( kalender Jawa ) ada tradisi yang dinamakan Ruwatan. Bentuk –bentuk Ruwatan ini dapat berupa bersih Desa ,Ruwah desa atau lainnya.
Di Sidoarjo tepatnya di Desa Balongdowo Kecamatan Candi ada tradisi masyarakat yang dilakukan setiap bulan Ruwah pada saat bulan purnama.
Tradisi tersebut dinamakan Nyadran, Nyadran ini merupakan adat bagi para nelayan kupang desa Balongdowo sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bentuk kegiatan Nyadran berupa pesta peragaan cara mengambil kupang di tengah laut selat Madura.
Nyadran di Sidoarjo mempunyai ciri khas tersendiri. Kegiatan Nyadran dilakukan oleh masyarakat Balongdowo yang mata pencaharian sebagai nelayan kupang, pada siang harinya sangat disibukkan dengan kegiatan persiapan pesta upacara meski puncak acaranya pada tengah malam.
Kegiatan ini dilakukan pada dini hari sekitar pukul 1 pagi. Orang- orang berkumpul untuk melakukan keliling. Perjalanan dimulai dari Balongdowo Kec, Candi menempuh jarak 12 Km. Menuju dusun Kepetingan Ds. Sawohan Kec. Buduran. Perjalanan ini melewati sungai desa Balongdowo, Klurak kali pecabean, Kedung peluk dan Kepetingan ( Sawohan ).
Ketika iring-iringan perahu sampai di muara kali Pecabean perahu yang ditumpangi anak balita membuang seekor ayam. Konon menurut cerita dahulu ada orang yang mengikuti acara Nyadran dengan membawa anak kecil dan anak kecil tersebut kesurupan. Oleh karena itu untuk menghindari hal tersebut masyarakat Balongdowo percaya bahwa dengan membuang seekor ayam yang masih hidup ke kali Pecabean maka anak kecil yang mengikuti nyadran akan terhindar dari kesurupan/ malapetaka.
Sekitar pukul. 04.30 WIB. Peserta iring-iringan perahu tiba di dusun Kepetingan Ds. Sawohan . Rombongan peserta nyadran langsung menuju makam dewi Sekardadu untuk mengadakan makan bersama. Sambil menunggu fajar tiba, peserta nyadran tersebut berziarah, bersedekah, dan berdoa di makam tersebut agar berkah terus mengalir. Menurut cerita rakyat Balongdowo Dewi sekardadu adalah putri dari Raja Blambangan yang bernama Minak Sembuyu yang pada waktu meninggalnya dikelilingi “ ikan kepiting “ itulah sebab mengapa dusun tersebut dinamakan Kepetingan. Tetapi orang-orang sering menyebut Dusun Ketingan.
Setelah dari makam Dewi Sekardadu, sekitar pukul 07.00WIB. Perahu-perahu itu menuju selat Madura yang berjarak sekitar 3 Km. Sekitar pukul 10.00 WIB. iring-iringan perahu tersebut mulai meninggalkan selat Madura. Kemudian mereka kembali ke Ds Balongdowo. Sepanjang Perjalan pulang ternyata banyak masyarakat berjajar di tepi sungai menyambut iring-iringan perahu tiba. Mereka minta berkat/makanan yang dibawa oleh peserta nyadran dengan harapan agar mendapat berkah.
Ada satu proses dari pesta nyadran ini yaitu “ Melarung tumpeng “ Proses ini dilakukan di muara /Clangap ( pertemuan antara sungai Balongdowo, sungai Candi, dan sungai Sidoarjo ). Proses ini diadakan bila ada pesta Nyadran atau nelayan kupang yang mempunyai nadzar /kaul.
- Kesenian
- Wayang Kulit
Jenis wayang kulit yang ada di Sidoarjo sebagian besar adalah wayang kulit gaya Jawa Timuran (gaya Wetanan) dan sebagian kecil gaya Kulonan. Hampir semua kecamatan memiliki dalang wayang kulit Wetanan ini, diantaranya: Tarik, Balungbendo, Krian, Prambon, Porong, Tulangan, Sukodono, Candi, Sidoarjo, Gedangan dan Waru.
Gaya Wetanan ini dapat dibagi lagi dalam penggolongan pecantrikan, yaitu:
a. Ki Soewoto Ghozali (alm) dari Reno Kenongo, Porong
b. Ki Soetomo (alm), dari Waru
c. Ki Suleman (alm), Karangbangkal, Gempol
Dari segi musik, instrumennya menggunakan gamelan slendro, mirip yang digunakan dalam ludruk. Berbeda dengan gaya Kulonan yang menggunakan gamelan slendro dan sekaligus pelog. Namun kemudian wayang gaya Wetanan juga menggunakan gamelan pelog, terutama untuk mengiringi adegan-adegan tertentu.
Mengikuti selera konsumen, pergelaran wayang kulitpun akhirnya dilengkapi dengan campursari bahkan juga musik dangdut. Malah sudah sejak lama wayang Wetanan disertai pembuka tarian Remo segala, dimana pengunjung diminta memberikan saweran yang dulu diselipkan ke dada.
Keberadaan wayang kulit di Sidoarjo semakin menurun karena tidak ada kaderisasi. Hanya ada satu dalang cilik, anak Subiyantoro yang juga dalang. Juga tidak ada lembaga formal atau nonformal yang mengajarkan wayang gaya Wetanan secara utuh, bukan hanya disentuh saja. Belum lagi keterbatasan naskah yang siap dipentaskan.
- Reog Cemandi
Reog Cemandi berbeda dengan Reog Ponorogo. Yang membedakan adalah tidak adanya warok, dan topengnya tidak dihiasi dengan bulu merak seperti ciri khas reog Ponorogo. Irama musik yang digunakan adalah angklung dan kendang kecil.
Jumlah pemain Reog Cemandi sekitar 13 orang. Dua penari yang memakai topeng Barongan Lanang (laki-laki) dan Barongan Wadon (perempuan), enam penabuhgendang dan empat pemainangklung.
Saat memainkan tarian itu, dua penari Barongan Lanang dan Barongan Wadonmengiringi penabuh gendang yang ada di tengahnya. Enam penabuh gendang itumembentuk formasi melingkarsambil mengikuti irama.
Dulunya, reog Cemandi adalah pertunjukan yang dipakai masyarakat desa Cemandi,kecamatan Sedati untuk mengusir penjajah Belanda. Waktu itu, salah satu kyai dariPondok Sidoresmo Surabaya, menyuruh masyarakat setempat untuk membuat topengdari kayu pohon randu. Topeng itu dibentuk menyerupai wajah buto cakil dengan duataring. Setelah itu, masyarakat setempat melakukan tari-tarian untuk mengusir penjajahyang akan memasuki desa Cemandi.
Selain untuk mengusir penjajah pada waktu itu, tarian tersebut juga sebagai himbuan kepada masyarakat sekitar untuk selalu mengingat Tuhan Yang Maha Esa. Anjuran itu tersirat dalam sair pangelingan (pengingat) yang dilantunkan pemainnya sebelum memulai pertunjukan. “Lakune wong urip eling gusti ning tansah ibadah ing tengah ratri,” ucap Arif Juanda menirukan sair itu.
Kini, pertunjukan reog Cemandi itu sudah berubah fungsi. Masyarakat sekitar biasa mengundang kesenian Reog Cemandi itu untuk hajatan mantenan, sunatan atau acara lainnya. Selain itu, masyarakat sekitar percaya, bahwa tarian reog Cemandi bisa untuk menolak balak (membuang sial). “Kalau arak-arakan pasti kami yang di depan. Karena untuk menolak balak,” tegasnya lagi.
- Wayang Potehi
Di Sidoarjo, wayang potehi hanya digelar saat perayaan hari jadi Makco Thian Siang Seng Bo di Kelenteng Tjong Hok Kiong, Jalan Hang Tuah Sidoarjo. Acara tahunan ini juga diisi dengan hiburan rakyat untuk warga sekitar kelenteng. Untuk memeriahkan HUT Makco, Subur biasanya menggelar pertunjukkan wayang potehi selama satu bulan penuh di kompleks kelenteng. Wayang potehi di Sidoarjo merupakan bagian dari ritual umat Tridharma ketimbang hiburan biasa. Karena itu, jarang sekali orang luar yang menikmati kesenian langka ini. Padahal, unsur hiburan dan intrik di wayang potehi justru lebih banyak daripada wayang kulit.
- Jaran Kepang
- Tari Ujung
- Makanan Khas Sidoarjo
Kerupuk talas sangat diminati oleh sebagian besar penggemar makanan tradisional. Banyak makanan atau camilan dijaman sekarang ini yang berharga mahal dan bercita rasa yang sangat berbeda dengan jaman dahulu. Bagi orang yang ingin merasakan camilan tradisional yang sangat khas, kerupuk talas adalah pilihannya. Anda akan serasa dibawa kembali kejaman dahulu sewaktu anda kecil, manis, asin serta aroma bawangnya sangat kental yang akan sangat mengena pada lidah anda apabila menikmatinya.
2.Kerupuk udang Sidoarjo
Kerupuk udang adalah primadonanya oleh-oleh khas dari Sidoarjo. Anda akan dapat dengan mudah mendapatkan penganan ini karena penjual kerupuk udang Sidoarjo terdapat diberbagai tempat terutama tempat penjualan oleh-oleh yang terletak di jalan utama kota Sidoarjo.
3.Terasi Sidoarjo
Terasi termasuk penganan yang sangat populer di Jawa Timur, tak terkecuali Sidoarjo. Industri pembuat terasi menyebar ke berbagai tempat di Sidoarjo, disamping bahan bakunya melimpah, peminat penganan ini juga hampir merata di berbagai umur. Terasi Sidoarjo terkenal gurih dan harum sehingga banyak penduduk Sidoarjo yang berdomisili di luar Sidoarjo selalu membawa penganan ini sebagai obat kangen tempat kelahiran mereka.
4.Petis
Petis adalah salah satu primadona oleh-oleh dari Sidoarjo. Rasanya anda belum ke Sidoarjo apabila pulang tanpa membawa serta penganan ini. Warna petis Sidoarjo sangat hitam pekat serta harum gurih yang sudah dapat dibayangkan kenikmatannya apabila dipakai membuat rujak cingur, tahu petis dan lain-lain.
5.Teripang
Siapa sangka teripang kalau diolah bisa jadi makanan yang gurih dan lezat. Teripang yang berukuran besar umumnya dijadikan sebagai bahan masakan yang lezat dengan harga mahal sedangkan teripang yang berukuran kecil biasanya akan dijadikan sebagai bahan pembuat kerupuk terung. Kerupuk terung dipasaran bisa dijumpai dalam dua macam warna, yang pertama kerupuk terung berwarna putih dan yang kedua kerupuk terung berwarna gelap.
6.Kerupuk Terung
Kerupuk terung adalah makanan khas daerah pantai termasuk Sidoarjo. Rasanya yang gurih akan membuat ketagihan bagi yang sudah pernah mencobanya. Silahkan anda mampir ke Sidoarjo untuk merasakan sensasi gurih yang ditimbulkan oleh kerupuk terung ini.
Sumber : https://evidwi16.wordpress.com/2014/06/11/budaya-dan-makanan-khas-sidoarjo/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar